KAKEK DAN NENEK INI NEKAT JUAL RATUSAN BUTIR TELUR PENYU

Kakek yang bernama Sugianto tinggal di Kecamatan Puger. Dirinya saat ini sudah berusia 52 tahun yang berkerja sebagai nelayan warga dusun Krajan Desa Puger Wetan, Kabupatan Jember. Sedangkan nenek yang berusia 56 tahun ini bernama Maria merupakan warga Dusun mandaran 1 desa puger kulon. Kakek dan nenek ini di tangkap polisi karena keduanya memperjualbelikan telur penyu yang di lindungi oleh negara. Wakapolres jember yang bernama Edo Satya Kentriko menyatakan kasus tersebut adanya informasi dari masyarakat setempat yang menyatakan adanya perdagangan telur penyu di desa puger kulon.
TELUR PENYU SEBANYAK 450 BUTIR DI JADIKAN BUKTI CURIAN
Dari hasil penyelidikan, kami langsung menangkap tersangka penjualnya. Dengan hasil pengembangan penyelidikan penerima barang menyatakan sudah tiga kali mengambil telur penyu di Nusa Barong. Kedua tersangka ini sudah beberapa kali melakukan transaksi dan hasil kronologisnya si kakek mencuri telur penyu dan lalu di berikan kepada nenek, lalu nenek pergi menjualnya setelah itu baru di berikan uangnya kepada kakek. Kedua tersangka ini masih ditahan di Mapolres Jember, Hasil tersebut adananya penyitaan barang sebanyak 450 butir telur penyu.
Akibat perbuatannya, tetsangka dijerat dengan Pasal 21 ayat 2 huruf (b), (e) joncto pasal 40 ayat 2 Undang – Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya joncto pasal 56 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana. Hal ini tercantum karena keberadaan penyu saat ini memang mulai terancam. Tidak hanya karena ulah tangan manusia, tetapi juga ancaman dari alam. Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu, Dede Hartono mengatakan abrasi atau pengikisan daratan Pulau Tikus mengancam kelestarian sejumlah jenis penyu yang naik bertelur ke pulau berjarak sembilan kilometer dari Kota Bengkulu itu.
“Pulau Tikus itu merupakan spawning ground atau tempat bertelur penyu yang sangat baik dan strategis, tapi sayang ancaman abrasi sangat tinggi,” kata Dede. Dirinya juga mengatakan, abrasi akibat kenaikan muka air laut dan kerusakan pesisir membuat luas daratan Pulau Tikus terus menyusut. Luas awal daratan pulau yang dimiliki Dirjen Perhubungan Laut itu adalah dua hektare, tapi kini tersisa 0,6 hektare. Kehilangan daratan tersebut, secara langsung berpengaruh terhadap kelestarian atau keberlanjutan penyu yang rutin singgah untuk bertelur di pulau tersebut.